Untas Mulai Perjuangan Baru

Senin, 25 Juli 2011

Demi NKRI Eurico guterres siap mati


RATUALIT


Senin, 13 Oktober 2008

DEMI MERAH PUTIH

Sosok yang satu ini memang unik. Kecintaannya kepada Negara Republik Indonesia tidak bisa diragukan lagi. Betapa tidak, demi membela Indonesia dan merah putih ia tidak hanya rela dijebloskan ke penjara Cipinang, Jakarta. Pria asal Timor Timur itu juga harus berpisah dengan anak dan istrinya yang memilih menjadi warga Negara Timor Leste ketika peristiwa jajak pendapat lalu.
Nama Eurico Guterres mulai dikenal ketika terjadi peristiwa pasca jajak pendapat Timor Timur pada 1999 lalu. Kala itu warga Timor Timur terpecah menjadi dua. Mereka dihadapkan pada dua pilihan, antara menjadi warga Negara Timor Timur atau bergabung dengan Republik Indonesia. Konflik horisontal pun tidak terelakan lagi. Maka terjadilah peristiwa kerusuhan yang sangat memalukan di mata dunia internasional. Menurut data dari berbagai sumber, kala itu ratusan nyawa melayang dan ribuan warga kehilangan tempat tinggal.
Dunia internasional, terutama Amerika Serikat dan Australia menekan Indonesia melalui PBB untuk mengusut tuntas dalang pelaku kerusuhan itu. Bahkan negara adidaya itu mengancam akan membawa ke mahkamah internasional mereka yang terlibat kasus pelanggaran hak asasi manusia itu. Indonesia yang serba salah, akhirnya menjadikan Eurico Guterres, yang kala itu menyandang gelar Wakil Penglima pejuang pro Integrasi sebagai tersangka kerusuhan pasca jajak pendapat itu.
Banyak kalangan menilai, bahwa pemuda gondrong kelahiran Uatolari, Timor Timur, 4 Juli 1969 itu dikorbankan demi tekanan dunia internasional. Di tengah pro dan kontra waktu itu, Eurico Guterres dengan lantang dan jantan menyatakan siap dihadapkan ke pengadilan jika bersalah. Dan yang membuat banyak kalangan kagum adalah, sikap Guterres yang datang sendiri ke pihak berwajib. Tidak berbelit-belit, apalagi bersembunyi dan mengaku sakit ketika menjadi tersangka kasus korupsi seperti para tersangka yang akan ditangkap KPK baru-baru ini.
Melalui sidang pengadilan, Eurico Guterres akhirnya diganjar hukuman 10 tahun penjara. Dan ia manjalani hukuman itu di penjara Cipinang Jakarta hanya dua tahun. Guterres berhasil mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung, dan dalam prosesnya ditemukan bukti baru yang meringankan. Walau kini ia telah bebas, Guterres masih tidak mengerti mengapa ia sampai dijebloskan ke dalam penjara. Menurutnya, ia yang memihak negara yang dicintainya justru dijebloskan ke penjara. “Seandainya waktu itu saya memilih bergabung dengan Timtim mungkin saya sudah menjadi menteri” ujarnya sambil menerawang.
Pasca menjalani hukuman, Eurico Guterres kini mengisi kehidupannya dengan kuliah hukum di LP Cipinang yang diselenggarakan Universitas Bung Karno. Ia memilih kuliah hukum selain mengaku tidak mengerti hukum di Indonesia, juga karena cita-citanya yang ingin menjadi pengacara. Selain itu, Guterres yang kini memilih tinggal di Kupang, Nusa Tenggara Timur juga terjun ke dunia politik. Ia kini bersiap-siap menjadi calon legislatif dari Partai Amanat Nasional. Salah satu perjuangannya adalah memperjuangkan pengungsi Timor Timur yang hingga kini masih banyak yang telantar pasca peristiwa jajak pendapat dulu.
SUMBER.: kickandy.com
***
Salut untuk perjuangannya dan rasa nasionalismenya yang begitu besar kepada bangsa Indonesia ini.
Ratualit.

www.lukitowiyono.com/arti-merah-putih-bagi-seorang-eurico-g... -

Arti Merah Putih bagi Seorang Eurico Guterres

Ketika ditanya adakah sesuatu tidak terlihat pada dirimu yang melambangkan merah-putih? Dia mengatakan “darah dan tulangku adalah Indonesia”Eurico Barros Gomes Guterres lahir di Uatulari (dekat Viqueque), Timor Timur tahun 1971 dengan 6 bersaudara dari seorang bapak petani dan ibu seorang rumah tangga biasa. Pada 1976 kedua orangtuanya dibunuh oleh TNI karena pandangan-pandangan mereka yang pro-Fretilin. Meskipun Guterres belakangan menuduh Fretilin sebagai penyebab kematian mereka, hal itu dilakukannya setelah ia berubah haluan dan mendukung Indonesia. Eurico yang masih muda dibesarkan oleh seorang warga sipil Indonesia, dan kemudian dikirim untuk belajar di sekolah Katolik Hati Kudus Yesus di Becora, Dili. Pada 1997 dengan ijazah SMA yang konon disediakan oleh militer, Guterres mulai belajar ekonomi di sebuah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) yang dikelola oleh Filomeno Hornay yang pro integrasi, dari sinilah terbentuknya milisi pro Integrasi/ pro Indonesia sampai akhirnya Ia dituduh terlibat dalam sejumlah pembantaian di Timor Timur, dan merupakan pemimpin milisi utama pada pembantaian pasca-referendum dan penghancuran ibu kota Dili.yang diketuai Dia. Guterres adalah tertuduh utama milisi dalam Pembantaian di Gereja Liquiçá pada April 1999. Seorang Perwira dari Indonesia anti-pemberontakan, menaruh perhatian khusus terhadap kemampuannya, dan pada 1994 merekrutnya menjadi bagian dari Gardapaksi. Ini adalah sebuah organisasi yang memberikan pinjaman dengan bunga rendah untuk memulai usaha kecil, tetapi juga menggunakan mereka sebagai informan dan dalam satuan pro militer. Gubernur Abilio Soares sangat mendukung Gardapaksi, yang kemudian mempunyai catatan panjang dalam pelanggaran hak-hak asasi manusia. Ia bekerja sebagai seorang informan untuk Kopassus dan agen ganda terhadap gerakan kemerdekaan hingga ia dipecat pada sekitar 1990.
Dikala Dili sedang bergejolak, Eurico muda sedang kuliah, si saat kuliah itu seorang dosen mengatkan kepadanya “Kuliah untuk sementara libur, kalian disarankan untuk membuat kelompok tandingan atas masyarakat yang pro kemerdekaan”. Akhirnya bersama teman-temnnya Eurico membentuk suatu perkumpulan dari orang-orang yang mempunyai haluan sama dengan dia yaitu Pro Integrasi. Hingga akhirnya menjadi Milisi Pro Integrasi bersenjata. Nama Eurico Guterres mulai dikenal ketika terjadi peristiwa pasca jajak pendapat Timor Timur pada 1999 lalu. Kala itu warga Timor Timur terpecah menjadi dua. Mereka dihadapkan pada dua pilihan, antara menjadi warga Negara Timor Timur atau bergabung dengan Republik Indonesia. Konflik horisontal pun tidak terelakan lagi. Maka terjadilah peristiwa kerusuhan yang sangat memalukan di mata dunia internasional. Menurut data dari berbagai sumber, kala itu ratusan nyawa melayang dan ribuan warga kehilangan tempat tinggal.
Dunia internasional, terutama Amerika Serikat dan Australia menekan Indonesia melalui PBB untuk mengusut tuntas dalang pelaku kerusuhan itu. Bahkan negara adidaya itu mengancam akan membawa ke mahkamah internasional mereka yang terlibat kasus pelanggaran hak asasi manusia itu. Indonesia yang serba salah, akhirnya menjadikan Eurico Guterres, yang kala itu menyandang gelar Wakil Penglima pejuang pro Integrasi sebagai tersangka kerusuhan pasca jajak pendapat itu.
Banyak kalangan menilai, bahwa pemuda gondrong kelahiran Uatolari, Timor Timur, 4 Juli 1971 itu dikorbankan demi tekanan dunia internasional. Di tengah pro dan kontra waktu itu, Eurico Guterres dengan lantang dan jantan menyatakan siap dihadapkan ke pengadilan jika bersalah. Dan yang membuat banyak kalangan kagum adalah, sikap Guterres yang datang sendiri ke pihak berwajib. Tidak berbelit-belit, apalagi bersembunyi dan mengaku sakit ketika menjadi tersangka kasus korupsi seperti para tersangka yang akan ditangkap KPK baru-baru ini.
Melalui sidang pengadilan, Eurico Guterres akhirnya diganjar hukuman 10 tahun penjara. Dan ia manjalani hukuman itu di penjara Cipinang Jakarta hanya dua tahun. Guterres berhasil mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung, dan dalam prosesnya ditemukan bukti baru yang meringankan. Walau kini ia telah bebas, Guterres masih tidak mengerti mengapa ia sampai dijebloskan ke dalam penjara. Menurutnya, ia yang memihak negara yang dicintainya justru dijebloskan ke penjara. “Seandainya waktu itu saya memilih bergabung dengan Timtim mungkin saya sudah menjadi menteri” ujarnya sambil menerawang. Mungkin Eurico Guterres masih lebih beruntung (hanya dipenjara 2 th) bila dibandingkan dg Ir.Soekarno yang mati dipenjara bangsanya sendiri ( saat dipenjara oleh Belanda tdk sampai mati), Jend. Nasution (Bapak Angkatan Darat) jadi tahanan Rumah sampai uzur oleh mantan anak buahnya sendiri sesama AD. Gajah Madapun demikian jadi buron sampai uzur oleh kerajaan yang dia besarkan. Itulah suratan di tanah yg dilintasi oleh garis Khatulistiwa ini, kesalahan yang sama selalu berulang dari dulu. Sosok yang satu ini memang unik.
Kecintaannya kepada Negara Republik Indonesia tidak bisa diragukan lagi. Betapa tidak, demi membela Indonesia dan merah putih ia tidak hanya rela dijebloskan ke penjara Cipinang, Jakarta. Pria asal Timor Timur itu juga harus berpisah dengan anak dan istrinya yang memilih menjadi warga Negara Timor Leste ketika peristiwa jajak pendapat lalu. Semua pernak-pernik di tubuhnya pun berwarna merah putih, mulai dari cincin, kalung, topi dan lainnya, ketika ditanya adakah sesuatu tidak terlihat pada dirimu yang melambangkan merah-putih? Dia mengatakan “darah dan tulangku adalah Indonesia”
Pasca menjalani hukuman, Eurico Guterres kini mengisi kehidupannya dengan kuliah hukum di LP Cipinang yang diselenggarakan Universitas Bung Karno. Ia memilih kuliah hukum selain mengaku tidak mengerti hukum di Indonesia, juga karena cita-citanya yang ingin menjadi pengacara. Selain itu, Guterres yang kini memilih tinggal di Kupang, Nusa Tenggara Timur juga terjun ke dunia politik. Ia kini bersiap-siap menjadi calon legislatif dari Partai Amanat Nasional. Salah satu perjuangannya adalah memperjuangkan pengungsi Timor Timur yang hingga kini masih banyak yang telantar pasca peristiwa jajak pendapat dulu. Ketika kabar duka tentang meninggalnya mantan Gubernur Timor Timur(Timtim), Abilio Jose Osorio Soares di RSUD Prof WZ Johannes Kupang, sampai di telinganya, membuat batin terpidana pelanggaran HAM berat Timtim, Eurico Guterres terguncang di penjara Cipinang Jakarta.”Batinnya sangat terguncang ketika itu…Sambil mengepalkan tangan dan menengadah ke langit-langit penjara, ia mengatakan..Hukman, Abilio telah pergi,” demikian kata Guterres seperti dilukiskan oleh juru bicaranya, Hukman Reny, SH. “Saya melihat Eurico (Guterres) benar-benar berduka ketika mendengar kabar meninggalnya mantan Gubernur Timtim, Abilio Jose Osorio Soares.”Dia seperti kehilangan sesuatu yang sangat berharga…Kelopak matanya tampak sembab dan menerawang jauh sambil tak hentinya menghela nafas panjang kemudian berucap…Kenapa..kenapa… harus Abilio?,” tutur Hukman melukiskan keadaan jiwa Guterres yang juga mantan Wakil Panglima Pejuang Integrasi (PPI) pada saat itu.
Bagi Eurico Guterres, kata dia, kepergian Abilio ini merupakan sebuah kehilangan ganda yang sangat menyakitkan, karena dimata Eurico, Abilio adalah seorang pejuang dan tokoh masyarakat Timor Timur yang amat disegani dan dicintai masyarakatnya.
Eurico Guterres juga menganggap Abilio adalah seorang tokoh sekaligus orangtua yang memiliki sikap tegas dalam mempertahankan prinsip ke-Indonesia-annya.”Saya menyesal mengapa seorang Abilio yang masih kita butuhkan sebagai obor perjuangan, begitu cepat pergi”, kata Eurico seperti dikutip juru bicaranya.”Jujur saya katakan bahwa beliau adalah salah satu cermin perjuangan saya dalam mempertahankan Merah Putih di Timor Timur.
Saya banyak belajar dari Abilio mengenai prinsip dan kesetiaan perjuangan,” tambahnya.Eurico Guterres mengatakan, dengan kepergian Abilio, praktis tinggal Joao Tavares (mantan Panglima Pejuang Integrasi Timtim) yang menjadi “bapak” perjuangan masyarakat Timor Timur pro Indonesia.Hukman mengatakan saat ini Eurico Guterres sedang berusaha meminta izin dari pihak berwenang di Cipinang agar dirinya diperkenankan menghadiri pemakaman Abilio di Kupang.
Tetapi rupanya pihak berwenang tidak mengizinkannya. Eurico Guterres menikmati kebebasannya dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang pada Senin (7/4) setelah sempat tertunda karena urusan administrasi.
Sejak Senin sore, sekitar 50 pendukung Guterres tampak sudah menunggu pembebasan tokoh prointegrasi Timor-Timur itu di LP Cipinang. Di tengah guyuran hujan, Guterres meninggalkan LP Cipinang.
“Kita buktikan di lapangan, karena hanya bicara saja belum tentu membuktikan bahwa saya mencintai NKRI. Sebelumnya saya telah membuktikan kepada para pejuang integrasi dan saya tetap setia pada Republik Indonesia,” katanya di Jakarta, Rabu, pada acara syukuran atas kebebasannya.
Acara syukuran atas kebebasan Eurico Guterres tersebut diprakarsai oleh Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Prabowo Subianto.
Dalam acara yang dihadiri para simpatisan, aktifis, pengusaha, serta pimpinan HKTI termasuk salah satu ketuanya, Fadli Zon, Eurico menuturkan, ia rela meninggalkan tanah kelahirannya, sanak saudara dan harta, untuk kembali “pulang” ke pangkuan NKRI.
Ia berharap, semua pihak menghormati keputusannya.
Setelah bebas, Eurico berencana meneruskan kembali kuliahnya di jurusan hukum hingga mendapat gelar sarjana hukum. “Setelah ini saya mau ke Kupang dulu, kemudian balik ke Jakarta untuk menyelesaikan kuliah,” katanya.
Sementara itu, Prabowo mengatakan, acara tersebut dilakukan sebagai bentuk syukur atas bebasnya Eurico yang telah membela NKRI.
“Kita lakukan syukuran sebagai ungkapan terima kasih pada Tuhan. Sesungguhnya rakyat Indonesia mengakui perjuangan Eurico dan menghargainya. Mari kita sambut bebasnya Eurico,” katanya. Inilah satu tokoh yang dapat dicontoh bagi kaum muda dan generasi Republik Indonesia untuk lebih mencintai bangsa, mendahulukan kepentingan bangsa, semangat patriotis dan nasionalisme yang tinggi terhadap RI, menjunjung tinggi Pancasila UUD dan sang Saka Merah Putih, darah, keringat dan nyawa hanya untuk INDONESIA. Hai pemuda dan generasi bangsa ayo contoh Eurico Gutteres, segala hormat buat Eurico Guterres. FREEDOM.
Eurico Barros Gomes Guterres (lahir di Viqueque, 17 Juli 1971; umur 39 tahun) adalah seorang milisi pro-Indonesia atau anti-kemerdekaan Timor Timur yang direkrut oleh militer Indonesia. Ia dituduh terlibat dalam sejumlah pembantaian di Timor Timur, dan merupakan pemimpin milisi utama pada pembantaian pasca-referendum dan penghancuran ibu kota Dili.

Guterres dinyatakan bersalah dan dijatuhkan hukuman 10 tahun penjara pada November 2002. Putusan ini kemudian dikuatkan hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Ia baru mulai dipenjarakan pada tahun 2006 setelah gagal dalam upaya banding yang diajukan.[1] Pada April 2008, Guterres yang mengajukan peninjauan kembali, dibebaskan dari segala tuduhan melalui keputusan Mahkamah Agung yang menyatakan telah menemukan "bukti baru".[2]

Pada Agustus 2003 ia membentuk Laskar Merah Putih di Papua.

Pemimpin Elsham, Aloysius Renwarin, melaporkan bahwa Guterres sudah memiliki 200 anggota yang terdiri dari orang-orang dari Maluku, Timor dan Sulawesi pada Desember 2003 ketika Guterres dengan penuh percaya diri meminta pemerintah setempat untuk memberikan kepadanya kantor organisasi di Timika, Papua. Ditambah dengan pengangkatan Brigjen. Timbul Silaen (yang dikenai tuduhan oleh PBB) sebagai kepala polisi Papua, rakyat Papua khawatir bahwa Guterres bersama Laskar Merah Putihnya akan diberikan kebebasan bergerak dan melakukan apa saja terhadap penduduk Papua.Sampai sekarang , beliau duduk di parpol ,yaitu PAN (Partai Amanat Nasional)dengan duduk sebagai Pengurus DPP PAN periode 2010-2015.
[sunting] Latar belakang

Guterres dilahirkan di Uatulari (dekat Viqueque), Timor Timur. Pada 1976 kedua orangtuanya dibunuh oleh TNI karena pandangan-pandangan mereka yang pro-Fretilin. Meskipun Guterres belakangan menuduh Fretilin sebagai penyebab kematian mereka, hal itu dilakukannya setelah ia berubah haluan dan mendukung Indonesia.

Eurico yang masih muda dibesarkan oleh seorang warga sipil Indonesia, dan kemudian dikirim untuk belajar di sekolah Katolik Hati Kudus Yesus di Becora, Dili. Ia putus sekolah di SMA dan terlibat dalam kegiatan gangster kecil-kecilan, termasuk menjadi pelindung sebuah tempat judi bola guling di Tacitolu, Dili.

Pada 1988 intel militer Indonesia menahannya dengan tuduhan bahwa ia terlibat dalam komplotan untuk membunuh Presiden Soeharto, yang akan mengunjungi Dili bulan Oktober tahun itu. Pada saat itu Guterres berubah dari seorang yang pro-kemerdekaan menjadi pro-Indonesia. Ia bekerja sebagai seorang informan untuk Kopassus dan agen ganda terhadap gerakan kemerdekaan hingga ia dipecat pada sekitar 1990.

Prabowo, yang saat itu menjadi seorang perwira anti-pemberontakan, menaruh perhatian khusus terhadap kemampuannya, dan pada 1994 merekrutnya menjadi bagian dari Gardapaksi. Ini adalah sebuah organisasi yang memberikan pinjaman dengan bunga rendah untuk memulai usaha kecil, tetapi juga menggunakan mereka sebagai informan dan dalam satuan pro militer. Gubernur Abilio Soares sangat mendukung Gardapaksi, yang kemudian mempunyai catatan panjang dalam pelanggaran hak-hak asasi manusia.

Pada 1997 dengan ijazah SMA yang konon disediakan oleh militer, Guterres mulai belajar ekonomi di sebuah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) yang dikelola oleh Filomeno Hornay yang pro integrasi. Guterres hanya belajar selama tiga semester. Ia menikah dengan kemenakan Uskup Nascimento dari Baucau, dan mempunyai tiga orang anak.

Guterres adalah tertuduh utama milisi dalam Pembantaian di Gereja Liquiçá pada April 1999.

Eurico Guterres Ingatkan Presiden SBY Soal Pengembalian Tulang Nicolau Lobato

Senin, 30 Nov 2009,| 70
Eurico Guterres Ingatkan Presiden SBY
Soal Pengembalian Tulang Nicolau Lobato

PENGHARGAAN: Presiden Timor Leste, Ramos Horta menyematkan lencana kepada Taur Matan Ruak sementara Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao menyematkan lencana kepada Lere Anan Timor saat upacara Proklamasi Kemerdekaan di Dili, Sabtu (28/11).(AFP)

KUPANG, Timex--Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diingatkan akan mempertimbangkan kembali rencana pengembalian kerangka (tulang-belulang Red) presiden pertama Timor Leste, Nicolau Lobato dari Indonesia kepada pemerintah Timor Leste.

Peringatan ini dilontarkan mantan Wakil Panglima Pasukan Pejuang Integrasi (PPI), Eurico Guterres kepada koran ini, Minggu (29/11) menanggapi permintaan Presiden Timor Leste, Jose Ramos Horta supaya pemerintah Indonesia mengembalikan tulangnya Nicolau Lobato kepada rakyat Timor Leste untuk dimakamkan.

Permintaan Presiden Timor Leste, Jose Ramos Horta ini disampaikan pada upacara memperingati Proklamasi kemerdekaan Timor Leste, Sabtu (28/11) yang disiarkan secara langsung oleh TVTL.

"Saya sarankan kepada Indonesia sebaiknya dapat dipertimbangkan proses pengembalian tulang Nicolau Lobato kepada pemerintah Timor Leste tapi dengan syarat yaitu pemerintah Timor Leste juga harus bersedia untuk mengembalikan tulangnya pada tokoh Apodeti bersama 60 ribu warga sipil yang dibantai secara sadis dan keji oleh Falintil pimpinan Nicolau Lobato dan Xanana Gusmao pada tahun 1975 kepada pemerintah Indonesia atau serendah-rendahnya kepada keluarganya di Indonesia," tandas Eurico.

Eurico berargumen, tulang Nicolau Lobato tidak sebanding dengan tulang 60 ribu warga sipil yang dia bantai di seluruh wilayah Timor Leste. "Jadi saya perisilahkan kepada pemerintah Indonesia untuk melakukan proses pengembalian tulang Nicolau Lobato kepada Ramos Horta. Tapi ramos Horta tidak boleh mengabaikan aspirasi warga Indonesia tentang tulang anggota keluarganya," jelasnya.

Eurico Guterres yang juga Ketua DPW PAN NTT kembali menegaskan, kalau pemerintah Indonesia bersedia mengembalikan tulang Nicolau Lobato kepada Ramos Horta, maka pemerintah Indonesia juga harus minta kepada Ramos Horta untuk mengembalikan tulang tokoh-tokoh Apodeti yang dibantai Falintil bersama 60 ribu warga sipil kepada keluarganya di Indonesia. "Keluarga para korban yang berada di Indonesia sampai saat ini dalam posisi menunggu, seperti apa sikap pemerintah Indonesia atas permintaan Ramos Horta itu," paparnya.

Sikap keluarga korban yang berada di Indonesia lanjut Eurico adalah
ingin agar pemerintah Indonesia dan Timor Leste menyiapkan waktu yang tepat dalam melakukan pertukaran tulang di perbatasan sebagai solusi untuk mengakhiri semua permasalahan diantara Indonesia dan Timor Leste.

Ia menambahkan, pemerintah Indonesia dan Timor Leste sebaiknya mengadakan upacara pertukaran tulang di perbatasan. Biar dalam upacara itulah pemerintah Indonesia menyerahkan tulang Nicolau Lobato dann pemerintah Timor Leste menyerahkan tulang tokoh-tokoh Apodeti.
"Dengan harapan, melalui upacara pertukaran tulang antara Indonesia degan Timor Leste dapat melahirkan perdamaian abadi bagi kita semua. Semoga harapan kami ini dapat di dengar oleh pemerintah Indonesia dan Timor Leste," pungkasnya.(vit)

Pelantikan DPW Uni Timor Aswa’in (UNTAS) Provinsi NTT oleh Eurico Guterres

Posted on July 20, 2011 by kontributorntt

Kupang–Ebernas.com,(20/7/11). Pelantikan ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Uni Timor Aswa’in (UNTAS) Provinsi NTT (Felisberto Amaral) oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) UNTAS, Eurico Guterres, turut hadir dalam pelantikan tersebut Walikota Kota Kupang, Daniel Adoe dan Kesbangpol dan Linmas NTT, Sisilia Sona.

Ketua Umum DPP UNTAS melantik Ketua dan kepengurusan DPW UNTAS Provinsi NTT yang berlangsung pada pukul 16.00 WITA. dalam kesempatan itu pula merupakan hari ulang tahun Eurico Guterres.

“Kepengurusan DPW UNTAS Provinsi NTT yang baru dilantik diharapkan dapat bekerja dengan tulus dan tanpa beda pendapat untuk kepentingan WNI eks Timor-timur, dan dalam kesempatan ini seluruh WNI eks Timor-timur untuk menyatukan ketulusan dan pandangan yang utuh dalam kegiatan-kegiatan DPW UNTAS Provinsi NTT yang baru terbentuk ini. Buang jauh-jauh perbedaan dan prasangka yg membelenggu yang saling mencurigakan dan meremehkan satu dengan yang lainnya.” ujar Eurico Guterres dalam sambutannya.

“UNTAS saat ini memfokuskan pada rekonsiliasi pada WNI eks Timor-timur, dan rekonsiliasi yang lebih mementingkan masyarakat, dan UNTAS akan berjuang sebagaimana untuk menciptakan rekonsiliasi yang betul-betul memenuhi rasa keadilan karena rekonsiliasi yang dapat menyatukan kita, baik WNI eks yang ada di timor barat maupun di timor leste, jadi UNTAS adalah rekonsiliasi dan rekonsiliasilah yang dapat mempersatukan kita kembali namun tidak boleh memaksakan kehendak dalam membaca rekonsiliasi itu” lanjut Eurico Guterres dalam mengakhiri sambutan pelantikan DPW UNTAS Provinsi NTT.

Kehadiran Eurico Guterres sebagai Ketua Umum DPP UNTAS periode 2010-2014 menjadikan organisasi UNTAS menjadi lebih berkembang dengan mengembangkan kepengurusannya. Dan keberadaan organisasi UNTAS yang visi dan misinya ialah untuk memperjuangan WNI eks Timor-timur.(Ad Firm)